Rabu, 23 Maret 2011

Penyimpangan – Penyimpangan Terhadap Konstitusi


Penyimpangan – Penyimpangan Terhadap Konstitusi

            Dalam Praktik ketatanegaraan kita sejak 1945 tidak jarang terjadi penyimpangan terhadap Konstitusi (UUD) Yaitu:
1. Penyimpangan terhadap UUd 1945 masa awal kemerdekaan, antara lain:
  1. Keluarnya Maklumat Wakil Presiden Nomor X pada tanggal 16 Oktober 1945 yang mengubah fungsi KNIP dari pembantu menjadi badan yang diserahi kekuasaan Legislatif dan ikut serta menetapkan GBHN sebelum Terbentuknya MPR, DPR, Dan DPA. Hal ini bertentangan dengan UUD 1945 pasal 4 aturan peralihan yang berbunyi “sebelum MPR, DPR, dan DPA terbentuk, segala kekuasaan dilaksanakan oleh Presiden dengan bantuan sebuah Komite Nasional”.
  2. Keluarnya Maklumat Pemerintah Tanggal 14 November 1945 yang merubah sistem pemerintahan Presidensial menjadi sistem pemerintahan Parlementer. Hal ini bertentangan dengan pasal 4 ayat (1) dan pasal 17 UUD 1945.
1.      Penyimpangan terhadap UUD 1945 pada masa Orde Lama, antara Lain:
a.       Presiden telah mengeluarkan produk peraturan dalam bentuk penetapan Presiden, yang hal itu tidak dikenal dalam UUD 1945.
b.      MPRS, dengan Ketetapan No. I/MPRS/1960 telah menetapkan Pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1956 yang berjudul Penemuan Kembali Revolusi Kita (Manifesto Politik Republik Indonesia) sebagai GBHN yang bersifat tetap.
c.       Pimpinan lembaga-lembaga Negara, diberi kedudukan sebagai menteri-menteri Negara, yang berarti menempatkannya sejajar dengan pembantu Presiden.
d.      Hak Budget tidak berjalan, karena setelah tahun 1960 pemerintah tidak mengajukan RUU APBN untuk mendapatkan persetujuan DPR sebelum berlakunya tahun anggaran yang bersangkutan.
e.       Pada tanggal 5 Maret 1960, melalui penetapan Presiden No.3 tahun 1960, Presiden membubarkan anggota DPR hasil pemilihan umum 1955. kemudian melalui Penetapan Presiden No.4 tahun 1960 tanggal 24 juni 1960 dibentuklah DPR Gotong Royong (DPR-GR).
f.       MPRS mengangkat Ir. Soekarno sebagai Presiden seumur hidup melalui Ketetapan Nomor III/MPRS/1963.
3. Penyimpangan terhadap UUD 1945 pada masa Orde Baru.
  1. MPR berketetapan tidak berkehendak dan tidak akan melakukan perubahan terhadap UUD 1945 serta akan melaksanakannya secara murni dan konsekuen.
  2. MPR mengeluarkan Ketetapan MPR No. IV/MPR/1983 tentang Referendum yang mengatur tata cara perubahan UUd yang Tidak sesuai dengan pasal 37 UUD 1945.
Setelah perubahan UUD 1945 yang keempat / terakhir berjalan kurang lebih 6 tahun, pelaksanakan UUD 1945 belum banyak dipersoalkan. Lebih-lebih mengingat agenda reformasi itu sendiri anatara lain adalah perubahan (amandemen) UUD 1945. Namun demikian, terdapat ketentuan UUD 1945 hasil amandemen yang belum dapat dipenuhi oleh pemerintah, yaitu anggaran pendidikan dalam APBN yang belum mencapai 20%. Hali itu ada yang menganggap bertentang dengan pasal 31 ayat (4) UUD 1945 yang menyatakan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja Negara (APBN).

Konstitusi Yang Pernah Digunakan di Indonesia


Konstitusi Yang Pernah Digunakan di Indonesia


Definisi Konstitusi
            Aturan tata tertib hidup bernegara yang menjadi dasar segala tindakan dalam kehidupan negara yang sering disebut sebgai hukum dasar. Konstitusi sering juga disebut sebagai undang-undang dasar, meskipun arti konstitusi itu sendiri adalah hukum dasar yang tertulis dan tidak tertulis. Undang-undang dasar tergolong hukum dasar yang tertulis, sedangkan hukum dasar yang tidak tertulis adalah aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis. Hukum dasar yang tidak tertulis sering disebut konvensi. Dikatakan konvensi karena mempunyai sifat-sifat seperti :
  • kebiasaan yang berulang-ulang dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara;
  • tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar dan berjalan sejajar;
  • diterima oleh seluruh rakyat;
  • bersifat pelengkap.
            Aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara pada saat Orde Baru misalnya pidato kenegaraan Presiden setiap tanggal 16 Agustus setiap tahunnya di hadapan anggota Dewan Perwakilan Rakyat ( DPR ).
            Dalam kehidupan bernegara dalam suatu negara terdapat kumpulan manusia yang sedemikian banyak dan sedemikian luas permasalahannya. Namun demikian kehidupan bernegara akan tertib jika ada aturan yang ditaati dan dijalankan oleh segenap warganya. Aturan tertinggi dalam negara itu adalah konstitusi atau undang-undang dasar (UUD).
            Konstitusi ( constitution ) diartikan dengan undang-undang dasar. Memang tidak sedikit para ahli yang mengidentikasi konstitusi dengan UUD, namun beberapa ahli yang lain mengatakan bahwa arti konstitusi yang lebih tepat hukum dasar.
            Sejak tanggal 18 agustus 1945 hingga sekarang, di negara Indonesia pernah menggunakan tiga macam UUD yaitu UUD 1945, Konstitusi RIS 1949, dan UUD sementara 1950. dari periode ketiga UUD tersebut dapat diuraikan menjadi lima periode
yaitu :

a)      18 agustus 1945 – 27 desember 1949 berlaku UUD 1945,
b)      27 desember 1949 – 17 agustus 1950 berlaku kontitusi RIS 1949,
c)      17 agustus 1950 – 5 juli 1959 berlaku UUD sementara 1950,
d)     5 juli 1959 – 19 oktober 1999 berlaku kembali UUD 1945,
e)      19 oktober 1999 – sekarang berlaku UUD 1945 ( hasil perubahan ).

UUD 1945 periode 18 agustus 1945 – 27 desember 1949
            Saat Proklamasi kemerdekaan tanggal 17 agustus 1945, negara Republik Indonesia belum memiliki konstitusi atau UUD. Tanggal 18 agustus 1945, panitia persiapan kemerdekaan Indonesia(PPKI) mengadakan sidang pertama yang salah satu keputusannya mngesahkan UUD yang kemudian disebut UUD 1945. UUD 1945 tidak ditetapkan oleh MPR sebagaimana diatur dalam pasal 3 UUD 1945 karena pada saat itu MPR belum terbentuk.
            Naskah UUD yang disahkan PPKI tersebut disertai penjelasannya dimuat dalam Berita Republik Indonesia No. 7 tahun II 1946. UUD 1945 tersebut terdiri dari tiga bagian yaitu Pembukaan, Batang Tubuh, dan Penjelasan. Batang tubuh terdiri dari 16 bab yang terbagi atas 37 pasal, serta 4 pasal Aturan Peralihan dan 2 ayat aturan tambahan. Mengenai bentuk Negara diatur dalam Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan  “Negara Indonesia adalah Negara kesatuan yang berbentuk republic”. Di Negara Republik Indonesia hanya ada satu kekuasaan pemerintahan Negara, yakni di tangan pemerintah pusat dan tidak ada pemerintahan Negara bagian seperti halnya di Negara serikat (federal). Sebeagai Negara yang berbentuk republic maka kepala Negara dijabat oleh presiden. Presiden diangkat melalui suatu pemilihan, bukan berdasarkan keturunan.
            Mengenai kedaulatan diatur dalam pasal 1 ayat (2) yang menyatakan “ kedaulatan ada ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Oleh karena itu kedudukan MPR adalah sebagai lembaga tertinggi Negara. Mengenai system pemerintahan Negara diatur dalam pasal 4 ayat (1) yang berbunyi “ Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahaan menurut Undang- Undang Dasar” pasal tersebut menunjukan bahwa system pemerintahaan menganut system presidensial. Presiden selain sebagai kepala Negara juga sebagai kepala pemerintahan.

            Lembaga tertinggi dan lembaga lembaga tinggi Negara menurut UUD 1945 ( sebelum amandemen) adalah :
a.       Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
b.      Presiden
c.       Dewan Pertimbangan Agung (DPA)
d.      Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
e.       Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
f.       Mahkamah Agung (MA)
Periode berlakunya Konstitusi RIS 1949
Perjalanan negara baru Republik Indonesia tidak luput dari rongrongan pihak Belanda yang menginginkan menjajah kembali Indonesia. Belanda berusaha memecahbelah bangsa Indonesia dengan cara membentuk negaranegara ”boneka” seperti Negara Sumatera Timur, Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan, dan Negara Jawa Timur di dalam negara RepubIik Indonesia. Bahkan, Belanda kemudia melakukan agresi atau pendudukan terhadap ibu kota Jakarta, yang dikenal dengan Agresi Militer I pada tahun 1947 dan Agresi Militer II atas kota Yogyakarta pada tahun 1948. Untuk menyelesaikan pertikaian Belanda dengan RepubIik Indonesia, Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) turun tangan dengan menyelenggarakan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag (Belanda) tanggal 23 Agustus – 2 November 1949. Konferensi ini dihadiri oleh wakil-wakil dari RepubIik Indonesia, BFO (Bijeenkomst voor Federal Overleg, yaitu gabungan negara-negara boneka yang dibentuk Belanda), dan Belanda serta sebuah komisi PBB untuk Indonesia. KMB tersebut menghasilkan tiga buah persetujuan pokok yaitu:
  1. Didirikannya Negara Rebublik Indonesia Serikat;
2.   Penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat; dan
3.   Didirikan uni antara RIS dengan Kerajaan Belanda.

Perubahan bentuk negara dari negara kesatuan menjadi negara serikat mengharuskan adanya penggantian UUD. Oleh karena itu, disusunlah naskah UUD Republik Indonesia Serikat. Rancangan UUD tersebut dibuat oleh delegasi RI dan delegasi BFO pada Konferensi Meja Bundar.
Setelah kedua belah pihak menyetujui rancangan tersebut, maka mulai 27 Desember 1949 diberlakukan suatu UUD yang diberi nama Konstitusi Republik Indonesia Serikat. Konstitusi tersebut terdiri atas Mukadimah yang berisi 4 alinea, Batang Tubuh yang berisi 6 bab dan 197 pasal, serta sebuah lampiran. Mengenai bentuk negara dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) Konstitusi RIS yang berbunyi “ Republik Indonesia Serikat yang merdeka dan berdaulat adalah negara hokum yang demokratis dan berbentuk federasi”. Dengan berubah menjadi negara serikat (federasi), maka di dalam RIS terdapat beberapa negara bagian. Masing-masing memiliki kekuasaan pemerintahan di wilayah negara bagiannya.
Negara-negara bagian itu adalah : negara Republik Indonesia, Indonesia Timur, Pasundan, Jawa timur, Madura, Sumatera Timur, dan Sumatera Selatan. Selain itu terdapat pula satuan-satuan kenegaraan yang berdiri sendiri, yaitu : Jawa Tengah, Bangka, Belitung, Riau, Kalimantan Barat, Dayak Besar, Daerah Banjar, Kalimantan Tenggara, dan Kalimantan Timur.
Selama berlakunya Konstitusi RIS 1949, UUD 1945 tetap berlaku tetapi hanya untuk negara bagian Republik Indonesia. Wilayah negara bagian itu meliputi Jawa dan Sumatera dengan ibu kota di Yogyakarta. Sistem pemerintahan yang digunakan pada masa berlakunya Konstitusi RIS adalah sistem parlementer. Hal itu sebagaimana diatur dalam pasal 118 ayat 1 dan 2 Konstitusi RIS. Pada ayat (1) ditegaskan bahwa ”Presiden tidak dapat diganggu-gugat”.
Artinya, Presiden tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas tugas-tugas pemerintahan. Sebab, Presiden adalah kepala negara, tetapi bukan kepala pemerintahan. Kalau demikian, siapakah yang menjalankan dan yang bertanggung jawab atas tugas pemerintahan? Pada Pasal 118 ayat (2) ditegaskan bahwa ”Menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah baik bersama-sama untuk seluruhnya maupun masing- masing untuk bagiannya sendiri-sendiri”.
Dengan demikian, yang melaksanakan dan mempertanggungjawabkan tugas-tugas pemerintahan adalah menteri - menteri. Dalam sistem ini, kepala pemerintahan dijabat oleh Perdana Menteri. Lalu, kepada siapakah pemerintah bertanggung jawab? Dalam sistem pemerintahan parlementer, pemerintah bertanggung jawab kepada parlemen (DPR).
Bagaimana pendapatmu, apakah system Parlementer cocok
diterapkan di Indonesia?

Perlu kalian ketahui bahwa lembaga-lembaga Negara menuru
Konstitusi RIS adalah :
a. Presiden
b. Menteri-Menteri
c. Senat
d. Dewan Perwakilan Rakyat
e. Mahkamah Agung
f. Dewan Pengawas Keuangan

Periode Berlakunya UUDS 1950
Pada awal Mei 1950 terjadi penggabungan negaranegara bagian dalam negara RIS, sehingga hanya tinggal tiga negara bagian yaitu negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, dan Negara Sumatera Timur.
Perkembangan berikutnya adalah munculnya kesepakatan antara RIS yang mewakili Negara Indonesia Timur dan Negara Sumatera Timur dengan Republik Indonesia untuk kembali ke bentuk negara kesatuan. Kesepakatan tersebut kemudian dituangkan dalam Piagam Persetujuan tanggal 19 Mei 1950. Untuk mengubah negara serikat menjadi negara kesatuan diperlukan suatu UUD Negara kesatuan. UUD tersebut akan diperoleh dengan cara memasukan isi UUD 1945 ditambah bagian-bagian yang baik dari Konstitusi RIS.
Pada tanggal 15 Agustus 1950 ditetapkanlah Undang-Undang Federal No.7 tahun 1950 tentang Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950, yang berlaku sejak tanggal 17 Agustus 1950. Dengan demikian, sejak tanggal tersebut Konstitusi RIS 1949 diganti dengan UUDS 1950, dan terbentuklah kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia. Undang-Undang Dasar Sementara 1950 terdiri atas Mukadimah dan Batang Tubuh, yang meliputi 6 bab dan 146 pasal. Mengenai dianutnya bentuk negara kesatuan dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) UUDS 1950 yang berbunyi “Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum yang demokratis dan berbentuk kesatuan”.
Sistem pemerintahan yang dianut pada masa berlakunya UUDS 1950 adalah sistem pemerintahan parlementer. Dalam pasal 83 ayat (1) UUDS 1950 ditegaskan bahwa ”Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat diganggu-gugat”. Kemudian pada ayat (2) disebutkan bahwa ”Menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah, baik bersama-sama untuk seluruhnya maupun masing- masing untuk bagiannya sendiri-sendiri”. Hal ini berarti yang bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintahan adalah menteri-menteri. Menteri-menteri tersebut bertanggung jawab kepada parlemen atau DPR.
Perlu kalian ketahui bahwa lembaga-lembaga Negara menurut
UUDS 1950 adalah :
a) Presiden dan Wakil Presiden
b) Menteri-Menteri
c) Dewan Perwakilan Rakyat
d) Mahkamah Agung
e) Dewan Pengawas Keuangan
Sesuai dengan namanya, UUDS 1950 bersifat sementara. Sifat kesementaraan ini nampak dalam rumusan pasal 134 yang menyatakan bahwa ”Konstituante (Lembaga Pembuat UUD) bersama-sama dengan pemerintah selekaslekasnya menetapkan UUD Republik Indonesia yang akan menggantikan UUDS ini”. Anggota Konstituante dipilih melalui pemilihan umum bulan Desember 1955 dan diresmikan tanggal 10 November 1956 di Bandung.
Sekalipun konstituante telah bekerja kurang lebih selama dua setengah tahun, namun lembaga ini masih belum berhasil menyelesaikan sebuah UUD. Faktor penyebab ketidakberhasilan tersebut adalah adanya pertentangan pendapat di antara partai-partai politik di badan konstituante dan juga di DPR serta di badan-badan pemerintahan.
Pada pada tanggal 22 April 1959 Presiden Soekarno menyampaikan amanat yang berisi anjuran untuk kembali ke UUD 1945. Pada dasarnya, saran untuk kembali kepada UUD 1945 tersebut dapat diterima oleh para anggota Konstituante tetapi dengan pandangan yang berbeda-beda.
Oleh karena tidak memperoleh kata sepakat, maka diadakan pemungutan suara. Sekalipun sudah diadakan tiga kali pemungutan suara, ternyata jumlah suara yang mendukung anjuran Presiden tersebut belum memenuhi persyaratan yaitu 2/3 suara dari jumlah anggota yang hadir. Atas dasar hal tersebut, demi untuk menyelamatkan bangsa dan negara, pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan sebuah Dekrit Presiden yang isinya adalah:
1. Menetapkan pembubaran Konsituante
2. Menetapkan berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak
    berlakunya lagi UUDS 1950
3. Pembentukan MPRS dan DPAS
Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka UUD 1945 berlaku kembali sebagai landasan konstitusional dalam menyelenggarakan pemerintahan Republik Indonesia.

UUD 1945 Periode 5 Juli 1959 – 19 Oktober 1999
            Praktik penyelenggaraan negara pada masa berlakunya UUD 1945 sejak 5 Juli 1959 – 19 Oktober 1999 ternyata mengalami berbagai pergeseran bahkan terjadinya beberapa penyimpangan. Oleh karena itu, pelaksanaan UUD 1945 selama kurun waktu tersebut dapat dipilah menjadi dua periode yaitu periode Orde Lama ( 1959-1966 ) dan periode Orde Baru ( 1966-1999 ).

            Pada masa pemerintahan Orde Lama, kehidupan politik dan pemerintahan sering terjadi penyimpangan yang dilakukan Presiden dan juga MPRS yang justru bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Selain itu muncul pertentangan politik dan konflik lainnya yang berkepanjangan sehingga situasi politik, keamanan dan kehidupan ekonomi semakin memburuk. Puncak dari situasi tersebut adalah munculnya pemberontakan G-30-S / PKI. Karena keadaan semakin membahayakan, Ir. Soekarno selaku Presiden RI memberikan perintah kepada Letjen Soeharto melalui Surat Perintah 11 Maret 1966 ( Supersemar ) untuk mengambil segala tindakan yang di perlukan bagi terjaminnya keamanan, ketertiban dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintahan. Lahirnya Supersemar tersebut dianggap sebagai awalnya masa Orde Baru.
            Semboyan Orde Baru pada masa itu adalah melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Dilihat dari prinsip demokrasi, prinsip negara hukum dan keadilan sosial ternyata masih terdapat banyak hal yang jauh dari harapan. Selain itu, kelemahan tersebut terletak pada UUD 1945 itu sendiri, yang sifatnya singkat dan luwes ( fleksibel ), sehingga memungkinkan munculnya berbagai penyimpangan. Tuntutan untuk merubah atau menyempurnakan UUD 1945 tidak memperoleh tanggapan, bahkan pemerintahan Orde Baru bertekad untuk mempertahankan dan tidak merubah UUD 1945.

UUD 1945 Periode 19 Oktober  1999 – Sekarang
            Seiring dengan tuntutan reformasi dan setelah lengsernya Presiden Soeharto sebagai penguasa Orde Baru, maka sejak tahun 1999 dilakukan perubahan (amandemen) terhadap UUD 1945. Sampai saat ini, UUD 1945 sudah mengalami empat tahap perubahan, yaitu pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002. Penyebutan UUD setelah perubahan menjadi lebih lengkap, yaitu : Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

            Melalui empat tahap perubahan tersebut, UUD 1945 telah mengalami perubahan yang cukup mendasar. Perubahan itu menyangkut kelembagaan negara, pemilihan umum, pembatasan kekuasaan Presiden dan Wakil Presiden, memperkuat kedudukan DPR, pemerintahan daerah, dan ketentuan yang terinci tentang hak-hak asasi manusia. Setelah serangkaian melalui serangkaian perubahan (amandemen), terdapat lembaga negara yang dihapus, yaitu Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Lembaga – lembaga negara menurut UUD 1945 sesudah amandemen adalah :
  1. Presiden
  2. Majelis Permusyawaratan Rakyat
  3. Dewan Perwakilan Rakyat
  4. Dewan Perwakilan Daerah
  5. Badan Pemeriksaan Keuangan
  6. Mahkamah Agung
  7. Mahkamah Konstitusi
  8. komisi Yusdisial

Sejarah dan Perkembangan Demokrasi

Sejarah dan Perkembangan Demokrasi

Istilah "demokrasi" berasal dari Yunani Kuno yang tepatnya diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem "demokrasi" di banyak negara.
Kata "demokrasi" berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini disebabkan karena demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara.
Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan dalam suatu negara umumnya berdasarkan konsep dan prinsip trias politica dengan kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Prinsip semacam trias politica ini menjadi sangat penting untuk diperhitungkan ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah (eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak mampu untuk membentuk masyarakat yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintah seringkali menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia.
Demikian pula kekuasaan berlebihan di lembaga negara yang lain, misalnya kekuasaan berlebihan dari lembaga legislatif menentukan sendiri anggaran untuk gaji dan tunjangan anggota-anggotanya tanpa mempedulikan aspirasi rakyat, tidak akan membawa kebaikan untuk rakyat.
Intinya, setiap lembaga negara bukan saja harus akuntabel (accountable), tetapi harus ada mekanisme formal yang mewujudkan akuntabilitas dari setiap lembaga negara dan mekanisme ini mampu secara operasional (bukan hanya secara teori) membatasi kekuasaan lembaga negara tersebut

MANUSIA DAN KEADILAN


MANUSIA DAN KEADILAN

Keadilan menurut Aristoteles adalah kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan diartikan sebagai titik tengah diantara kedua ujung ekstrem yang terlalu banyak dan terlalu sedikit. Kedua ujung ekstrem itu menyangkut dua orang atau benda. Bila kedua orang tersebut mempunyai kesamaan dalam ukuran yang telah ditetapkan, maka masing-masing orang harus memperoleh benda atau hasil yang sama. Kalau tidak sama, maka masing-masing orang akan menerima bagian yang tidak sama, sedangkan pelanggaran terhadap proporsi tersebut berarti ketidak adilan.
Keadilan oleh Plato diproyeksikan pada diri manusia sehingga yang dikatakan adil adalah orang yang mengendalikan diri, dan perasaannya dikendalikanoleh akal.
Lain lagi pendapat Socrates yang memproyeksikan keadilan pada pemerintah. Menurut Socrates, keadilan tercipta bilamana warga Negara sudah merasakan bahwa pihak pemerintah sudah melaksanakan tugasnya dengan baik.
Kong Hu Cu berpendapat lain : Keadilan terjadi apabila anak sebagai anak, bila ayah sebagai ayah, bila raja sebagai raja, masing-masing telah melaksanakan kewajibannya. Pendapat ini terbatas pada nilai-nilai tertentu yang sudah disepakati.












KEADILAN SOSIAL

          Berbicara tentang keadilan, Anda tentu ingat akan dasar Negara kita ialah pancasila. Sila kelima pancasila, berbunyi : “ keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia “.
            Bung Hatta dalam uraiannya mengenai sila “ keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia “ menulis sebagai berikut “ keadilan social adalah langkah yang menentukan untuk melaksanakan Indonesia yang adil dan makmur”. Selanjutnya diuraikan bahwa para pemimpin Indonesia yang menyusun UUD 45 percaya bahwa cita-cita keadilan sosial dalam bidang ekonomi ialah dapat mencapai kemakmuran yang merata. Langkah-langkah menuju kemakmuran yang merata diuraikan secara terperinci.
            Selanjutnya untuk mewujudkan keadilan sosial itu, diperinci perbuatan dan sikap yang perlu dipupuk, yakni :
  1. Perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyong.
  2. Sikap adil terhadap sesame, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban serta menghormati hak-hak orang lain.
  3. Sikap suka memberi pertolongan kepada orang yang memerlukan.
  4. Sikap suka bekerja keras.
  5. Sikap menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan bersama.
Asas yang menuju dan terciptanya keadilan sosial itu akan dituangkan dalam berbagai langkah dan kegiatan, antara lain melalui jalur pemerataan, yaitu : 1). Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat banyak khususnya pangan, 2). Pemerataan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan. 3). Pemerataan kesempatan kerja. 4). Pemerataan kesempatan berusaha.





BERBAGAI MACAM KEADILAN

Keadilan Legal atau Keadilan Moral
            Keadilan timbul karena penyatuan dan penyesuaian untuk memberi tempat yang selaras kepada bagian-bagian yang membentuk suatu masyarakat. Keadilan terwujud dalam masyarakat bilamana setiap anggota masyarakat melakukan fungsinya secara baik menurut kemampuannya. Fungsi penguasa ialah membagi-bagi fungsi-fungsi dalam Negara kepada masing-masing orang sesuai dengan keserasian itu. Setiap orang tidak mencampuri tugas dan urusan yang tidak cocok baginya.
            Ketidakadilan terjadi apabila ada campur tangan terhadap pihak lain yang melaksanakan tugas-tugas yang selaras sebab hal itu akan menciptakan pertentangan. Misalnya, seorang pengurus kesehatan mencampuri urusan pendidikan. Bila itu dilakukan maka akan terjadi kekacauan.

Keadilan Distributif
            Aristoles berpendapat bahwa keadilan akan terjadi bilamana hal-hal yang sama diperlakukan secara sama dan hal-hal yang tidak sama secara tidak sama. Contoh, Lia bekerja 8 tahun dan Rita bekerja 5 tahun. Pada waktu berikan  hadiah harus dibedakan antara Lia dan Rita, yaitu perbedaan sesuai dengan lamanya berkerja. Misalkan Lia menerima Rp.150.000,- maka Rita harus merima Rp.75.000,-. Akan tetapi bila besar hadiah Lia dan Rita sama justru hal tersebut tidak adil.

Keadilan Komutatif
          Keadilan ini bertujuan memelihara ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum. Bagi Aristoteles pengertian keadilan itu merupakan asas pertalian dan kertertiban dalam masyarakat